TEKNIK TERAPI RADIASI
KANKER REKTUM
A. Anatomi dan Fisiologi Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus। Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens। Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup।
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup।
Gambar 2.1 : Anatomi kolon dan rektum
Sumber : Nutracare,2009
Sumber : Nutracare,2009
Sumber : Nutracare,2009
Gbr.2.2 : Anatomi Rektum & Anus
Sumber : nutracare,2009
B. Patologi Kanker Rektum
1. Pengertian Kanker Rektum
Kanker adalah suatu kelompok lebih dari 100 penyakit yang berbeda-beda. Mereka mempengaruhi unit dasar tubuh yaitu sel. Kanker terjadi ketika sel-sel menjadi abnormal dan membelah tanpa kontrol atau aturan. Seperti semua organ-organ lain tubuh, usus besar (colon) dan rektum (rectum) terdiri dari banyak tipe-tipe dari sel-sel. Secara normal, sel-sel membelah untuk menghasilkan lebih banyak sel-sel hanya ketika tubuh membutuhkan mereka. Proses yang teratur ini membantu mempertahankan kita sehat.
Jika se-sel tetap terus membelah ketika sel-sel baru tidak diperlukan, suatu massa dari jaringan terbentuk. Massa dari jaringan ekstra ini, disebut suatu pertumbuhan atau tumor, dapat jinak (tidak berbahaya) atau ganas (berbahaya).
Gambar 2.3 : Kanker rekti
Tumor-tumor yang jinak adalah bukan kanker. Mereka biasanya dapat diangkat dan pada banyak kasus mereka tidak timbul kembali. Paling penting sel-sel dari tumor-tumor jinak tidak menyebar ke bagian-bagian lain tubuh. Tumor-tumor jinak jarang menimbulkan suatu ancaman nyawa.
Tumor-tumor ganas adalah kanker. Sel-sel kanker dapat menyerang dan merusak jaringan-jaringan dan organ-organ dekat tumor. Juga, sel-sel kanker dapat pecah dan keluar dari suatu tumor ganas dan masuk kedalam aliran darah atau sistim getah bening. Ini adalah bagaimana kanker menyebar dari tumor primer untuk membentuk tumor-tumor baru pada bagian-bagian lain tubuh. Penyebaran dari tumor disebut metastasis.
Sembilan puluh persen dari kanker kolon dan rektum (kolorektal) terdiri dari adenokarsinoma, sedang sisanya merupakan limfoma ekstra nodal, leiomiosarkoma dan limposarkoma. Di negara maju adenokarsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian terbanyak setelah kanker paru pada laki-laki dan kanker payudara pada wanita. Diberbagai pusat patologi di Indonesia kanker kolorektal dilaporkan menempati urutan keenam dari penyakit keganasan yang ada. (Tambunan,1997)
Polip adenoma, familial poliposis dan kolilis ulserosa dikenal sebagai kelompok risiko besar karena kelainan ini sering mendahului pertumbuhan adenokarsinoma. Penanggulangan dini penyakit ini bermanfaat dalam upaya pencegahan pertumbuhan adenokarsinoma kolorektal.
Sebagian besar dari penyakit keganasan ini ditemukan karena simtom dengan tingkat pertumbuhan terbanyak Duke C ataupun D, sedang tumor asimtomatik, sebagian besar dalam tingkat petumbuhan Duke A ataupun B. Pemeriksaan periodik dan teratur dari tinja terutama pada kelompok risiko besar dan pengenalan simtom dini penyakit ini merupakan faktor penting dalam upaya menemukan tumor ini sedini mungkin. Penatalaksanaan yang tepat dari karsinoma kolorektal disertai tersedianva berbagai jenis kemoterapi dan radiasi, harapan hidup lebih lama penderita akan meningkat. (Tambunan,1997)
2. Pemeriksaan Patologi Kanker Rektum
Pemeriksaan patologi ada 2 tahap (Tambunan,1997) yaitu : Tahap pertama pemeriksaan sediaan biopsi dan reseksi tumor. Histopatologi biopsi memberi informasi benigna atau maligna serta diferensiasi tumor.
Tahap kedua adalah pemeriksaan sediaan reseksi tumor. Invasi massa tumor pada dinding usus besar, kelenjar getah bening dan pembuluh darah dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan histopatologi sediaan reseksi. Luas invasi tumor pada dinding usus besar bernilai dalam menentukan stadium dan prognosis ( Gambar 2.3 ). Adanya invasi sel tumor pada pembuluh darah vena merupakan pertanda prognosis kurang baik dan mungkin di hati sudah ada metastasis.
Gambar 2.4 : Nodul kanker rekti |
Gambar 2.5 : Stadium kanker rekti 0 - IV
Pada gambar 2.5 dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
b. Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).
c. Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
d. Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
e. Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
Tabel 2.1 : Stadium TNM (Tumor Nodule Metastase) menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Sumber : NN,2007
Stadium | T | N | M | Duke |
0 | Tis | N0 | M0 | - |
I | T1 T2 | N0 N0 | M0 M0 | A |
II A II B | T3 T4 | N0 N0 | M0 M0 | B |
III A III B III C | T1-T2 T3-T4 Any T | N1 N1 N2 | M0 M0 M0 | C |
IV | Any T | Any N | M1 | D |
Keterangan
T : Tumor primer
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi
pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
Sembilan puluh lima persen tumor ganas di kolon dan rektum adalah adenokarsinoma. Berdasarkan arsitektur kelenjar dan sel epitel, adenokarsinoma dibagi dalam diferensiasi tinggi dan rendah. Pada adenokarsinoma diferensiasi tinggi, arsitektur kelenjar dapat dikenal secara keseluruhan, bentuk dan besar kelenjar tidak sama. Rasio inti-sitoplasma dan nukleoli-inti jelas bertambah. intinya vesikuler, khromatinnya kasar dan berkelompok, sedang siloplasmanya banyak dan mengandung musin. Sedang Adenokarsinoma diferensiasi rendah, arsitektur kelenjar sulit dikenal, rasi inti-sitoplasma semakin lebih besar dan sitoplasma tipis. Diferensiasi tumor erat kaitannya dengan efek radioterapi. Adenokarsinoma diferensiasi rendah lehih sensitif terhadap radioterapi.
3. Epidemiologi dan Etiologi
Di Amerika Serikat frekuensi adenokarsinoma kolon dan rektum merupakan terbanyak yaitu 17,4% dari seluruh tumor kanker. Insiden adenokarsinoma kolon 32,9 untuk laki-laki dan 29,4 untuk perempuan per 100.000 penduduk dan karsinoma rektum 17,5 dan 10,5 masing-masing pada laki-laki dan perempuan. Insiden pada kulit berwarna sedikit lebih rendah dibanding dengan kulit putih. Di Australia dan Eropa, adenokarsinoma kolon dan rektum merupakan penyebab kematian terbanyak sesudah karsinoma paru pada pria dan karsinoma payudara pada wanita. Akan tetapi di Jepang, Colombia, India, dan Afrika Utara adenokarsinoma kolon jarang, sedang di Jepang insiden adenokarsinoma rektum tidak jauh berbeda dengan Amerika Serikat. Di Afrika sebagian besar adenokarsinoma usus besar dijumpai pada rektum dan biasanya pada umur relatif muda. Penderita terbanyak berumur diatas 40 tahun, namun umur muda bahkan pada anak-anak pernah dilaporkan. (Tambunan, 1997 ; Isaac, 2006).
Penyebab belum jelas diketahui. Para penyelidik berpendapat, komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejadian adenokarsinoma kolon dan rektum. Makanan daging hewani dengan kadar kholesterol yang tinggi, kurang makanan yang mengandung serat dan interaksi antara bakteri di dalam kolon dengan asam empedu dan makanan, diduga memproduksi bahan karsinogenik dan kokarsinegenik.
Ada beberapa faktor risiko yang perlu diperhatikan dalam menangani karsinoma ini (Tambunan, 1997; Azamris dkk, 1997), yaitu:
a. Umur di atas 40 tahun dianggap sebagai faktor risiko terhadap adenokarsinoma kolon dan rektum.
b. Apabila ada salah satu keluarga menderita karsinoma kolon, maka anggota keluarga lain mempunyai risiko tinggi terhadap pertumbuhan adenokarsinoma.
c. Pernah reseksi usus karena adenokarsinoma.
d. Poliposis familial, polip adenoma, polip vilosum dan kolitis ulserosa dikategorikan sebagai risiko tinggi.
Oleh sebab itu terapi kelainan ini, selain untuk menghilangkan simtom, juga untuk menurunkan kejadian adenokarsinoma kolon dan rektum.
Poliposis familial .Poliposis ini termasuk penyakit keturunan mengikuti hukum mendel. Biasanya terjadi pada dekade kedua dan pada generasi berikutnya muncul lebih dini. Apabila pada generasi berikutnya penyakit belum manifes sampai umur 35 lahun, kemungkinan sekali kelainan ini tidak akan muncul.
Bentuk polip biasanya mirip dengan polip adenomatosum bertangkai atau berupa poliposit, akan tetapi multipel, tersebar pada mukosa kolon. Dalam jangka waktu 10-20 tahun dapat mengalami degenerasi menjadi adenokarsinoma kolon. Adanya adenokarsinoma kolon pada umur muda kemungkinan berasal dari pertumbuhan poliposis. Sebagian dari Poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil yang mengganggu penderita. Pada kelainan ini sering dianjurkan kolektomi pada umur muda yang bertujuan:
a. Mencegah pertumbuhan adenokarsinoma pada umur muda.
b. Mencegah terjadinya habit bowel: diare, perdarahan kecil, produksi lendir dan perasaan ingin basis dan invasi pada submukosa kolon ataupun rektum.
Oleh sebab itu penatalaksanaan adenoma vilosum tidak jauh berbeda dengan polip adenomatosum, kecuali pada kasus di mana polipektomi kolonoskopik tidak mungkin dilakukan. Pada kasus demikian mungkin tindakan bedah lebih agresif, yaitu reseksi kolon merupakan alternatif terbaik. Pada tumor berkurang kecil dapat dilakukan elektro-koagulasi sebagai pilihan terapi.
Biasanya adenoma vilosum memproduksi lendir yang mengandung banyak elektrolit terutama kalium, mengakibatkan kemungkinan terjadi hipokalemi. Neoplasma ini ditemukan biasanya karena banyak mengeluarkan lendir dengan/atau tanpa darah.
B. Pengobatan Kanker Rektum
Ada beberapa cara didalam pengobatan kanker rektum yaitu :
1. Operasi adalah pilihan utama untuk terapi kanker kolorektal yang bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi.
2. Kemoterapi biasanya diberikan setelah operasi untuk mengurangi peluang kembalinya kanker. Hal yang sama dilakukan ketika kanker telah berada pada stadium lanjut dan menyebar ke bagian tubuh yang lain.
3. Radioterapi biasanya hanya diberikan untuk kanker rektum dan dapat diberikan sebelum atau sesudah operasi. Sumber radiasi untuk radioterapi yang digunakan bisa berasal Linac, isotop cisium-137 atau cobalt-60.
C. Radioterapi
1. Radiasi Pengion (Ratna dkk,2007)
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, dan neutron serta gelombang elektromagnetik seperti sinar gamma dan sinar-X Setiap. jenis radiasi memiliki karakteristik khusus.
a. Radiasi Pengion Gelombang Elektromagnetik
1) Sinar Gamma (γ)
Sinar Gamma (γ) tidak mempunyai besaran volume dan muatan listrik sehingga dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik. Daya ionisasinya di dalam medium sangat kecil. Karena tidak mempunyai muatan listrik maka sinar gamma tidak terbelokkan oleh medan listrik yang ada di sekitarnya, sehingga daya tembusnya sangat besar dibandingkan dengan daya tembus partikel alpha atau beta (β).
2) Sinar-X
Sinar-x mempunyai kemiripan dengan sinar gamma, yaitu dalam hal daya jangkau pada suatu media dan pengaruhnya oleh medan listrik. Yang membedakan antara keduanya adalah proses terjadinya. Sinar gamma dihasilkan dari proses peluruhan zat radioaktif yang terjadi pada inti atom, sedangkan sinar-X dihasilkan pada waktu elektron berenergi tinggi yang menumbuk suatu target logam. Sinar gamma akan dipancarkan secara terus menerus oleh sumber radioaktif selama sumber tersebut bersifat tidak stabil, sedangkan sinar-X dapat setiap saat dihentikan pancarannya apabila pesawat sinar-X tidak diberikan suplai daya (tenaga listrik).
b. Radiasi Pengion Partikel
1) Partikel Alpha (α)
Partikel alpha (α) mempunyai ukuran (volume) dan muatan listrik positif yang besar. Tersusun dari dua proton dan dua neutron, sehingga identik dengan inti atom Helium. Daya ionisasi partikel alpha sangat besar, kurang lebih 100 kali daya ionisasi partikel β dan 10.000 kali daya ionisasi sinar-gamma. Karena mempunyai muatan listrik yang besar, maka partikel alpha mudah dipengaruhi oleh medan listrik yang ada di sekitarnya dan setelah terlepas dari sumbernya hanya mampu menjangkau jarak sejauh 4-5 cm di dalam media udara. Sedangkan akibat ukurannya yang besar maka partikel alpha tidak mampu menembus pori-pori kulit kita pada lapisan yang paling luar sekalipun, sehingga radiasi yang diapancarkan oleh partikel alpha tersebut tidak berbahaya bagi manusia apabila berada di luar tubuh.
2) Partikel Beta (β)
Partikel Beta (β) mempunyai ukuran dan muatan listrik lebih kecil dari partikel alpha. Daya ionisasinya di udara 1/100 kali daya ionisasi partikel alpha. Dengan ukurannya yang lebih kecil, partikel β mempunyai daya tembus lebih besar dari partikel alpha. Karena muatannya yang kecil daya jangkau partikel β di udara bisa sejauh 9 cm, untuk selanjutnya dibelokkan oleh medan listrik yang ada di sekitarnya.
3) Partikel Neutron
Partikel Nuetron mempunyai ukuran kecil dan tidak mempunyai muatan listrik. Karena ukurannya yang kecil dan tidak terpengaruh oleh medan listrik di sekitarnya, maka partikel neutron memiliki daya tembus yang tinggi. Partikel neutron dapat dihasilkan dari reaksi nuklir antara satu unsur tertentu dengan unsur lainnya.
Gambar 2.6 : Daya Tembus Radiasi Pengion Pada Materi
Sumber : Ratna dkk, 2007
2. Isotop, Isobar dan Isoton(Ratna dkk ,2007)
Inti atom mengandung proton dan netron. Nomor atom sama dengan jumlah proton didalam inti atom sedangkan nomor massa sama dengan jumlah proton dan netron didalam inti atom.
Isotop adalah atom unsur sama dengan nomor massa berbeda. Isotop dapat juga dikatakan sebagai atom unsur yang mempunyai nomor atom sama tetapi mempunyai nomor massa berbeda karena setiap unsur mempunyai nomor atom yang berbeda. Karbon merupakan contoh adanya isotop.
Setiap karbon mempunyai nomor atom 6 tetapi nomor massanya berbeda-beda. Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa walaupun unsurnya sama belum tentu nomor massanya sama.
Isobar adalah atom unsur yang berbeda tetapi mempunyai nomor massa sama. I
Cobalt adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Co dan nomor atom 27. Warna sedikit berkilauan, metalik, keabu-abuan.
Unsur kimia cobalt tersedia di dalam banyak formulasi yang mencakup kertas perak, bedak dan kawat. Unsur kimia cobalt juga merupakan suatu unsure dengan sifat rapuh agak keras dan mengandung metal serta kaya sifat magnetis yang serupa setrika. Unsur kimia cobalt adalah batu bintang. Deposit bijih Cobalt-60 ( 60Co) adalah suatu isotop yang diproduksi menggunakan suatu sumber sinar ( radiasi energi tinggi). Cobalt-60, merupakan artifical isotop, dimana sebagai suatu sumber sinar penting, dan secara ekstensif digunakan sebagai suatu pengusut serta agen radiotherapeutic. Sumber 60Co yang Ringkas dan mudah.
Secara umum dapat kita deskripsikan sebagai berikut :
Nama : unsur kimia cobalt
Lambang : Co
Nomor-Atom : 27
Berat atom : 58.933200 ( 9)
Golongkan nomor : jumlah 9
Nomor periode : Jumlah 4
3. Radiobiologi (Susworo, 2007)
Radiobiologi adalah ilmu yang mempelajari aspek biologic yang ditimbulkan oleh radiasi. Ilmu yang usianya relatif amat muda ini, berhubungan sangat erat dengan ilmu radioterapi. Secara singkat, ilmu inilah yang menerangkan hubungan antara dosis radiasi dengan "survival" dari sel yang mendapat radiasi, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepekaan sel tumor terhadap sinar, pentingnya pemberian dosis secara fraksinasi dan lain-lain. Dari hasil penelitian ini juga dihasilkan metoda radiasi dengan "hyperbaric oxygen", penggunaan partikel neutron, deutron, messon serta ion-ion berat lainnya, "radiosensitizers" serta "hyperthermia". Sedikit mengenai "radiosensitizers". Ini adalah zat-zat yang bersifat meninggikan kepekaan jaringan tumor terhadap radiasi. 5-fluoro uracil adalah sejenis sitostatika yang bekerja juga sebagai "radiosensitizer", sedangkan zat lain yang bersifat sama adalah senyawa-senyawa berafinitas tinggi terhadap elektron. Zat-zat ini bekerja terhadap sel-sel tumor yang bersifat anoksik yang biasanya terletak di bagian sentral dari massa tumor, karena bagian ini sedikit sekali mendapat vaskularisasi.
4. Prinsip-Prinsip Radioterapi (Susworo.R,2007)
Radioterapi adalah metoda pengobatan penyakit-penyakit (maligna) dengan menggunakan sinar pengion. Metoda pengobatan ini mulai digunakan orang sebagai salah satu regimen pengobatan tumor ganas, segera setelah ditemukannya sinar--X oleh WC Rontgen, sifat-sifat radioaktivitas oleh Becquerel dan radium oleh Pierre dan Marie Curie, yaitu pada akhir abad ke 19. Pada saat tersebut. para medisi amat berbesar hati melihat suksesnya hasil pengobatan pada berbagai jenis kanker kulit serta neoplasma-neoplasma yang letaknya superfisial. Bahkan mereka menggunakan sinar ini untuk kelainan-kelainan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses neoplastik seperti acne, artritis, verruca atau untuk epilasi dari rambut-rambut yang tidak dikehendaki. Mereka mengatakan bahwa keajaiban di dunia pengobatan kanker telah ditemukan ("miraculous cure"). Tetapi gambaran ini berubah sama-sekali, ketika ditemukan bahwa tumor-tumor yang semula hilang karena terapi radiasi kembali muncul dan kerusakan pada jaringan sehat akibat radiasi mulai tampak. Setelah itu selama kurang lebih 25 tahun radioterapi memasuki jaman kegelapan di dalam evolusinya, bahkan hampir ditinggalkan orang kalau saja pionir-pionir dari "Fondation Curie" di Paris yang dipimpin oleh Claude Regaud tidak segera berhasil memecahkan misteri sinar ini.
a. Fraksinasi Dosis (Susworo,2007)
Pada tahun 1920 Regaud dengan kawan-kawan menemukan bahwa pada hewan-hewan percobaan, spermatogenesis dapat dihentikan secara permanen dengan pemberian radiasi di mana dosis yang diberikan merupakan fraksi-fraksi. Sedangkan pemberian dosis tunggal gagal untuk menghasilkan efek-biologik yang sama, dan kerusakan pada jaringan sehat yang ditimbulkannya adalah lebih parah. Serupa halnya dengan spermatogenesis pada sel kanker juga ditemukan tingkat mitosis yang tinggi. Dengan mengambil analogi ini, Regaud dan Henri Coutard menerapkan teknik fraksinasi-dosis ini pada pengobatan kanker dengan radiasi. Mula-mula mereka melakukannya pada kanker mulut rahim dan tumor-tumor leher-kepala. Tidak lama kemudian mereka melaporkan hasil-hasil pengobatan mereka lengkap dengan data-data "5 year survival rate". Di antaranya merupakan "survivors" terpanjang pertama selama sejarah pengobatan kanker. Setelah itu teknik radiasi dengan fraksinasi-dosis ini diterima secara universil sampai saat ini.
b. Modifikasi lain dalam pemberian radiasi.(Susworo, 2007)
Sekalipun metoda fraksinasi-dosis telah dikenal dan dipakai oleh sebagian besar sentra radioterapi tetapi masih dipertanyakan apakah pemberian radiasi 5 hari perminggu selama 4 - 6 minggu adalah optimal untuk setiap tumor ?
Tumor-tumor yang bersifat radioresisten, seperti tumor osteogenik dan sarkoma dari jaringan lunak atau melanoma memerlukan dosis total yang lebih tinggi daripada jenis tumor lain. Sehubungan dengan itu beberapa sentra radioterapi telah mencobakan pemberian dosis harian yang jauh lebih tinggi dari 200 rad (= dosis konvensionil), dengan demikian kapasitas penyembuhan sel tumor yang mengalami kerusakan sublethal diharapkan hilang. Pemberian dosis tunggal pada kasus-kasus ganas lanjut ternyata bermanfaat sekali untuk pengobatan simptomatik, misalnya pada penderita dengan metastase tumor ke tulang-tulang. Dengan pemberian 1 x 1000 rad pada tulang yang mengalami destruksi, didapatkan keuntungan-keuntungan sbb. hilangnya rasa nyeri lebih cepat dicapai daripada apabila penderita mendapat radiasi dengan dosis dan fraksi yang konvensionil ( 10 x 300 rad ), penderita tidak usah pulang balik ke rumah sakit, sehingga ia tidak kehilangan waktunya yang berharga, mengingat bahwa prognosis dari penderita-penderita ini pada umumnya buruk. Pada tumor di daerah leher-kepala, misalnya karsinoma nasofaring, sudah dikenal metoda "split-course", yaitu membuat rencana radiasi dalam 2 seri, di mana antara seri pertama dan kedua terdapat perioda istirahat selama 2 - 3 minggu. Tujuan utamanya ialah memberi kesempatan kepada jaringan sehat yang ikut mendapat radiasi (selaput lendir mulut, kelenjar liur) untuk mengadakan reparasi.
Kadang-kadang tindakan radioterapi ini bisa menggantikan kedudukan sitostatika yang di negeri kita masih di luar jangkauan sebagian besar penderita. Tetapi tindakan ini hanya terbatas pada tumor-tumor yang peka-sinar. Contoh tindakan ini adalah pada penderita limfoma-malignum tingkat IV yang diberi Radiasi Seluruh Tubuh (TBI = "Total Body Irradiation"). Dosis yang diberikan adalah 10 - 15 rad perkali dan jumlah pemberian mencapai 20 kali.
c. Radioterapi Sebagai Tindakan Kuratif (Susworo, 2007)
Selama dekade pertama abad ini, orang masih berpikir secara dogmatis bahwa peranan radioterapi hanyalah paliatif. Tetapi dengan makin majunya teknik, pengalaman serta dibantu dengan sistem pencatatan kasus yang teliti dalam jangka panjang, sekarang ini seorang ahli radioterapi bisa menggunakan terminologi "cure" dengan keyakinan yang sama dengan seorang ahli bedah. Di negara-negara di mana bisa didapatkan pencatatan kasus serta "follow-up" penderita kanker dengan baik, bisa diperoleh data-data penderita karsinoma dari mulut rahim yang diobati 25 tahun yang lalu dengan sinar-X atau radium, atau penderita-penderita tumor leher-kepala yang "survived" sampai usia lanjut tanpa tanda-tanda adanya tumor dan akhirnya meninggal bukan karena tumor yang terbukti pada otopsi. Kegagalan-kegagalan yang terjadi, seperti halnya pada disiplin ilmu lain yang menangani kasus malignitas, adalah karena keterlambatan penderita datang berobat, "follow-up" yang tidak baik dan kesalahan dokter dalam diagnosis ataupun terapi. Timbul kini pertanyaan apakah dengan bertambah modernnya peralatan didapatkan pula perbaikan dalam hasil pengobatan ?
d. Perkembangan Teknik Radioterapi.(Susworo,2007)
Telah diketahui bahwa daya penetrasi sinar--X dalam jaringan amat tergantung dari enersi yang di hasilkan oleh tabung. Makin tinggi perbedaan tegangan antara katoda dan anoda, makin besar pula daya tembus sinar. Berarti untuk tumor-tumor yang letaknya dalam diperlukan pesawat-pesawat dengan tegangan yang tinggi. Pada tahun 1913, Coolidge memperkenalkan tabung sinar-X hampa udara dengan tegangan 200 kV. yang pertama. Tabung ini merupakan dasar dari perkembangan teknik radioterapi selanjutnya. Karena dengan tegangan tersebut tidak akan didapatkan dosis yang memuaskan untuk tumor-tumor yang letaknya lebih dalam, maka sesudah perang dunia kedua, lahirlah pesawat "supervoltage" kemudian disusul dengan periode "megavoltage" yang diperkenalkan oleh Schulz. Setelah itu ditemukan pula 60Co (obalt 60) yacng merupakan isotop buatan yang murah yang dapat menggantikan jarum radium yang mahal harganya. Pada saat ini 60Co yang mempunyai enersi ekuivalen dengan sinar--X 3 mV, digunakan baik sebagai radiasi eksterna (teletherapy) maupun radiasi interna (brachytherapy, yaitu implantasi atau intra-kavitar).
Perkembangan mutakhir dari sarana radioterapi ini adalah pesawat Betatron (penghasil elektron), "linear-accelerator" (pesawat dengan percepatan lurus). Keuntungan penggunaan pesawat yang menghasilkan elektron ini adalah bahwasanya pada tenaga tertentu ia mempunyai kedalaman maksimal yang tertentu pula, lebih dalam dari itu dosisnya menurun dengan tajam, praktis sama dengan nol. Contoh penggunaan yang rill dari pesawat ini adalah pada radiasi luka parut bekas mastektomi, di mana kita mengharapkan dosis maksimal pada luka.
Selain, berbeda halnya dengan pesawat-pesawat megavoltage sebelumnya, pesawat dengan percepatan lurus ini memberikan batas tepi lapangan radiasi yang amat tegas, sehingga sinar hamburnyapun teramat minimal. Keuntungannya adalah kita hanya memberikan radiasi minimal pada struktur-struktur vital atau jaringan sehat sekitar tumor organ yang kecil seperti karsinoma pita suara atau retinoblastoma. Karena daya penetrasi sinar ini amat tinggi maka kita bisa menyinari setiap tumor yang letaknya paling dalam, sekalipun pada penderita gemuk. Lebih mutakhir lagi dan masih dalam taraf percobaan, adalah penggunaan neutron dan mesons sebagai partikel radiasi.
D. Penatalaksanaan Penyinaran Kanker Rektum
1. Simulator ( Jauhari, 2007 )
Aplikasi teknologi digital dalam proses pencitraan sinar-x pada pemeriksaan radiologi, umumnya dimanfaatkan untuk tujuan efisiensi faktor eksposi, sekaligus untuk meningkatkan kualitas gambar radiografi. Kebutuhan akan citra radiografi yang berkualitas ternyata tidak hanya dibutuhkan untuk proses keperluan diagnosis, akan tetapi juga dibutuhkan dalam proses simulasi penyinaran pada perencanaan pengobatan radioterapi. Proses simulasi penyinaran pada radioterapi menghasilkan salah satu output yang berupa citra radiografi (foto terapi) yang dihasilkan oleh pesawat simulator Radioterapi.
Gambar 2.7 : Foto simulator rekti
Sumber : Dobbs dkk, 1992
Dalam radioterapi energi yang digunakan umumnya berkisar antara 50 KV sampai 10 MV, yang ditujukan untuk mematikan sel-sel ganas (kanker), namun dalam pelaksanaannya tidak hanya sel-sel ganas yang terkena radiasi, tapi jaringan sehat sekitarnya juga akan ikut terkena, Maka untuk meminimalisasi jaringan sehat sekitarnya dan memaksimalkan pada sel-sel ganasnya diperlukan suatu perencanaan penyinaran yang tepat (treatment planning). Salah satu tahapan penting dalam perencanaan penyinaran radioterapi adalah simulasi.
Proses pencitraan sinar-x pada pesawat simulator radioterapi, baik dalam bentuk fluoroscopy maupun radiografi saat ini telah mulai dilengkapi dengan teknologi digital yang disebut Digital Theraphy Imaging (DTI).
Simulasi penyinaran radioterapi pada dasamya adalah proses pencitraan sinar-x secara fluoroskopi yang seolah-olah melakukan teknik penyinaran seperti dengan pesawat treatment radioterapi yang sesungguhnya. Hal ini diperlukan agar teknik penyinaran yang akan diberikan pada pasien benar-benar mencapai sasaran secara optimal dan akurat.
Dari proses simulasi ini didapatkan beberapa parameter untuk penyinaran, seperti; luas lapangan penyinaran, sudut dan arah sumber penyinaran, blokade area yang harus dilindungi, teknik penyinaran, jarak sentrasi dan sudut kolimasi
Hal-hal yang harus dimiliki sebagai syarat minimum dari pesawat simulator adalah; memiliki gantry (C-arm) dengan x-ray tube dan Image Intensifier yang terpasang berhadapan serta dapat diputar 360 derajat dari sumbunya, memiliki kolimator yang dapat diputar 360 derajat terhadap axis sentrasi, memiliki indikator penunjuk jarak Source Axis Distance (SAD), memiliki meja pemeriksaan yang rata, dapat diatur naik-turun (vertical), maju-mundur (longitudinal), digeser kiri-kanan (lateral) dan dapat diputar dari axis sejauh 360 derajat (rotation).
Prinsip dasar dari proses pencitraan dalam simulasi adalah; set-up posisi simulasi (posisi pasien), lalu dilakukan fluoroskopi terhadap pasien pada perkiraan lokasi penyinaran. Gambaran fluoroskopi diteruskan ke Image Intensifier, lalu keperangkat sirkuit elektronik dan ditampilkan dimonitor fluoroscopy (cctv). Kemudian akuisisi posisi simulasi, dan selanjutnya dilakukan eksposi radiografi yang menghasilkan foto simulator (foto terapi).
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan didalam pembuatan simulator untuk kanker rektum adalah (NCCN,2009):
a. Luas lapangan radiasi meliputi tumor bed dengan jarak ke tepi 2-5 cm, Presacral nodes dan internal iliac nodes. Untuk stadium T4 external nodes harus masuk. Juga inguinal nodes pada tumor yang telah menyebar sampai ujung anus.
b. Lapangan radiasi menggunakan tehnik 3 atau 4 lapangan.
c. Untuk pasien pasca operasi, luka bekas operasian harus dimasukkan kedalam lapangan penyinaran
Gambar 2.8 : Lapangan radiasi
Gambar 2.8 : Lapangan radiasi
Sumber : Dobbs dkk, 1992
2. Treatment Planning System (TPS)
Treatment Planning System atau dapat pula disebut dengan Sistim Perencanaan Radiasi merupakan suatu proses yang sistematik dalam membuat rencana strategi terapi radiasi. Meliputi sekumpulan instruksi dari prosedur radioterapi dan mengandung deskripsi fisik, serta distribusi dosis berdasar pada informasi geometrik/topografi yang ada pada pencitraan (imajing) agar terapi radiasi dapat diberikan secara tepat. TPS ini dalam tampilannya bisa 2D bisa juga 3D. Tujuan sistem perencanaan radiasi 2D dan 3D adalah untuk menyesuaikan dosis pada volume target dan mengurangi dosis untuk jaringan normal atau organ beresiko yang ada disekitarnya (Arif Jauhari, 2007). Hal ini meliputi :
a. Posisi pasien terapi.
b. Imobilisasi
c. Mengumpulkan data pencitraan pasien.
d. Menetapkan volume target dan organ-organ beresiko berdasarkan kumpulan data bentuk-bentuk sinar yang didesain secara grafis dan orientasi sinar.
e. Bentuk lapangan yang dipilih menggunakan BEV.
f. Distribusi dosis 3 dimensi.
g. Kalkulasi menggunakan algoritma tiga dimensi dan perbandingan informasi yang didapat dari Histogram Dosis Volume (DHV)
TPS terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
a. Hardware. Komponen hardware terdiri dari CPU, High resolution graphics, mass storage (hard disc), disks/CD-ROM, keyboard & mouse, high resolution graphics monitor, digitizer, laser/color printer, backup storage facility, network connections.
b. Software. Komponen software terdiri dari: Input routines, Bentuk dari anatomi, beam geometry (virtual simulation), kalkulasi dosis, dosis volume histogram, digital recontruction radiographic.
c. Image Acquisition.
Ada 2 faktor yang sangat berperan pada pembuatan TPS antara lain (Jauhari, 2007):
a. Simulasi atau lokalisasi daerah radiasi
Pelaksanaan simulasi ini dilakukan di ruang simulator, di sini seolah-olah pasien dilakukan radiasi. Untuk itu jarak sumber sinar ke kulit dan posisi pasien harus sama, baik itu di ruang simulator maupun diruang sinar/linac.
b. CT.Planning/CT Simulator
CT.Scan/CT.Planning penting untuk perencanaan terapi dan merupakan kebutuhan utama data imajing untuk 3 Dimention Radiation Therapy Treatment Planning (3D RTTP/Perencanaan Terapi Tiga Dimensi). Perencanaan CT Scan ádalah melokalisasi tumor dengan jumlah irisan yang sangat banyak dan ketebalan 2–10 mm. Semakin tipis irisan maka jumlah irisan akan semakin banyak dengan demikian kualitas pencitraan dapat meningkat.
Rincian bentuk tumor dan ukuran untuk GTV, struktur organ kritis dan CTV, PTV dilakukan oleh staf perencanaan terapi dan ahli onkologi radiasi. Struktur–struktur ditandai secara manual menggunakan sebuah mouse atau bentuk lain dari digitizer. Beberapa struktur dengan batasan yang jelas misalnya kulit dapat terkontur secara otomatis. Jika menggunakan piranti lunak yang modern maka pemberian tanda (kontur) membutuhkan waktu sekitar 1–2 jam untuk sebuah seri perencanaan terapi tiga dimensi secara lengkap.
Desain susunan sinar adalah langkah berikutnya dalam proses perencanaan terapi setelah CTV ditetapkan. Untuk perencanaan tiga dimensi, sistim 3D RTTP harus memiliki kemampuan untuk menstimulasikan masing–masing fungsi gerak dari peralatan mesin termasuk panjang, lebar, lebar kolimator, sudut gantri, sudut permukaan meja dan gerak meja ke lateral, longitudinal serta naik turunnya meja penyinaran (Arif Jauhari, 2007).
a. Beam’s Eye View Display
Menggunakan BEV maka dipilih arah sinar. Bentuk dan ukuran berkas sinar yang sesuai dengan bentuk dan ukuran tumor serta perlu tidaknya pelindung/shielding. Pemilihan tersebut berdasar pada tujuan sasaran. Misalnya PTV yang homogen dengan keakuratan 5 % dari dosis total 60 Gy dan pada saat yang sama dosis sinar pada jaringan kritis seperti ginjal tidak lebih dari 20 Gy pada 50 % volumenya, dan tidak melebihi 40 Gy untuk medula spinalis.
b. Room View Display
Room View Display melengkapi BEV secara signifikan dalam fase desain sinar dari perencanaan terapi, khususnya dalam menempatkan kedalaman isosenter sinar dan memungkinkan tampilan sinar yang dipilih untuk tehnik membentuk terapi secara lebih baik, juga untuk melihat volume isodosis tiga dimensi. Room View Display mensimulasikan setiap lokasi pandang berdasar opini atau pendapat dalam ruang terapi.
c. Digitally Recontructed Radiograph (DRR), DRR adalah radiographi yang dikontruksi secara digital untuk memproyeksikan gambar yang dihasilkan komputer dan diperoleh dengan melalui sinar – sinar divergen secara matematis melalui suatu kumpulan data CT.
Metode kalkulasi dosis secara tradisional didasarkan pada parameter distribusi dosis yang diukur dalam Water Phantom dalam kondisi dibawah standar tertentu. Dengan adanya beberapa faktor koreksi:
1. Permukaan kontur tidak rata
2. Kemiringan oblique dari jaringan
3. Heterogenitas jaringan
4. Modifikasi sinar seperti: blok, wedge dan kompensator.
Homogenitas, Distribusi dosis pada target volume disebut homogen bila perbedaan antara dosis maksimum dan minimum tidak lebih dari 12 % , bentuk kurva isodosis pada daerah sasaran menunjukan gambaran yang merata. Energi radiasi juga sangat berperan dalam proses perencanaan radiasi terutama pada distribusi dosis. Bila energi yang dipilih tepat maka hasil kurva isodosis akan homogen. Sudut penyinaran yang dibentuk oleh sinar dari arah 00, 900, 2700, 1800 atau diantara 00 – 900, 900 – 1800, atau 00 – 2700, atau 2700 - 1800 terhadap tubuh pasien. Pada TPS menggunakan sudut untuk arah sinar adalah sangat membantu dalam menghindari organ kritis atau mengurangi dosis pada organ kritis. Wedge terbuat dari Pb bentuknya persegi panjang dengan bagian yang tebal akan meneruskan sinar dengan intenditas yang berkurang dibanding dengan bagian lain yang lebih tipis. Kegunaan wedge untuk menghindarkan hot spot atau kelebihan dosis disuatu tempat didaerah radiasi. Pada pesawat linac yang sekarang ini sudah dilengkapi dengan wedge yang terpasang dalam gantry pesawat tersebut dengan ukuran antara 20 – 590. Bolus terbuat dari parafin, yang mempunyai daya serap radiasi sama dengan jaringan lunak tubuh manusia. Fungsi dari bolus itu sendiri adalah untuk kompensator distribusi dosis misalnya apabila diperlukan untuk menaikan dosis dikulit atau dipermukaan. Dapat mengurangi dosis di paru pada pemakaian energi tinggi elektron misalnya 9–12 Mev.
Gambar 2.9. Gambar distribusi dosis kanker rekti dengan pasien prone
Sumber : Dobbs, 1992
3. Penyinaran
Setelah tahapan simulasi dan treatment plnning system (TPS) tahap selanjutnyanya adalah penyinaran. Didalam penyinaran ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa posisi pasien, parameter-parameter penyinaran serta alat bantu yang digunakan harus sama dengan hasil simulator. Dosis yang diberikan didalam penyinaran kanker rektum menurut panduan dari NCCN adalah sebagai berikut :.
a. 45 – 50 Gy dalam 25 – 28 fraksi pada pelvis
b. Untuk kanker-kanker yang resectable, setelah 45 Gy. Pada tumor yang belum dioperasi ditambah 5,4 Gy dalam 3 fraksi, sedang pada tumor yang sudah dioperasi ditambah 5,4 – 9 Gy dalam 3-5 fraksi.
c. Dosis usus kecil harus kurang dari 45 Gy.
d. Jika dimungkinkan ditambah dengan booster sinar dalam, jika tidak dimungkinkan ditambah dosis sebesar 10 – 20 Gy radiasi eksterna. Jika tumor sudah dilakukan pembedahan diberikan kemoterapi adjuvant.
e. Untuk kanker-kanker yang unresectable diberikan dosis lebih tinggi dari 54 Gy.
f. Kemoterapi dengan 5-fluorouracil bisa diberikan berbarengan dengan radiasi
No comments:
Post a Comment